Wednesday, May 11, 2005

Tol Cipularang - Wisata Konstruksi


Ternyata, desas-desus itu benar adanya... Ke Bandung lewat Tol Cipularang adalah pengalaman menyenangkan! Mungkin buat sebagian orang sih cuma karena faktor waktunya doang, sementara buat gw mah, Tol Cipularang itu cukup experience-ful.

Berbeda sama landscape Tol Cikampek yang luar biasa bikin boring, dimana hiburan yang ada cuman ngecek speedometer dan hitung mundur perkiraan waktu tiba, kalau di Tol Cipularang ("TCP" aja yah, biar ringkas) kasusnya beda.

Pertama, jalan tolnya berkelok-kelok, dengan contour daratan yang cukup dinamis. Di satu saat kita bisa ngeliat bentangan jalan sampai beberapa kilometer kedepan karena sedang berada di puncak bukit, dan di saat bersamaan kita bisa juga merhatiin bentuk interaksi dari TCP ini dengan lingkungan sekitar. Salahsatu bentuk paling lazim dari interaksi ini adalah, dibangunnya jembatan-jembatan penyebrangan dan fly-over jalan raya diatas kita.

Rata-rata jembatan ini ditopang dengan pilar yang kaku, sterile, namun dalam ke disiplinannya itu, malah memberi suatu impresi tersendiri. Soalnya kan bentuk jembatan ini bermacam-macam, dan beragam arah,
jadinya ada jembatan yang terbentang nyaris diagonal dengan TCP, tapi ada juga yang sekedar nyebrang dan memberi bayangan tipis di landasan jalan semen ini.

Ditambah lagi, penampilan sterile nya ini terlihat sangat rapi kala semennya masih berwarna putih, konstruksi masih bebas kusam, benteng-benteng tanah yang terpaksa ada di beberapa bagian jalan, menyaksikan jalan ini memotong bukit raksasa, atau mengangkangi lembah serasa kita sedang berkendaraan di negeri atas awan.

Lantas sisa-sisa show of force kekuatan manusia terhadap alam ini masih terlihat jelas dengan banyaknya bukit-bukit yang terlihat terpotong di kiri-kanan jalan, bebas tumbuhan kecuali rumput yang mulai tumbuh,
dramatis! Selain itu, kita bisa juga menyaksikan konstruksi jembatan KA di beberapa tempat, karena kebetulan TCP ini dibangun berdekatan dengan jalur rel KA Jakarta - Bandung.

Selain dari itu, corak lingkungan yang beraneka ragam juga cukup bikin seru. Kalau pertama-tama kita banyak menyaksikan pemukiman atau pepohonan ala kadarnya, maka tak lama kemudian pemandangan akan berubah menjadi setting kebun karet, kebun teh, dan bukit-bukit kapur... seakan ber-revolusi dalam waktu. Revolusi? terang saja, karena kita berangkat dari ketinggian nol meter (Jakarta) menuju ketinggian 700 meter (Bandung), yang seri tumbuhan alami nya saja sudah berbeda.

Dan begitu sampai di Bandung, jika kita memilih untuk masuk melalui pintu tol Pasteur, maka kita akan kembali disambut oleh konstruksi megah dari jalan layang Pasopati yang kelihatan sedang dalam tahap
kerja lembur. Daerah Pasteur yang tadinya teduh oleh tumbuhan berusia puluhan tahun, kini kembali teduh karena adanya payung beton raksasa yang tak lama lagi akan mengurangi kemacetan di daerah ini (walau cuma memindahkan titik macet, bukan menghilangkan).

Melihat potensi TCP, sebenarnya banyak panorama yang bisa digali atau dimodifikasi untuk keperluan hiburan, atau monumental. Misalnya, kita melihat ada beberapa bongkah batu raksasa yang nongol dari dinding bukit disamping jalan, yang kalau di "beri" kan pada anak Senirupa buat diolah, tentu bakalan jadi karya yang aduhai spesial. Atau meniru contoh dari beberapa perusahaan yang nekat menorehkan namanya di gunung-gunung kapur yang ia garap, agar terlihat dari jauh, kenapa kita nggak meniru Amerika yang menorehkan wajah pemimpin-pemimpin negaranya di salahsatu bukit sehingga menjadi monumen yang unik? TCP memiliki banyak potensi kearah sini. Diantara beberapa tembok penahan erosi pun saat ini sudah ada beberapa keisengan muncul... misalnya tiba-tiba ada patung kepala macan... Walau bentuknya rada-rada "Pemda-is", tapi cukup lucu.

Sungguh, andai saja pengelolaan pemandangan di lingkungan TCP ini diserahkan khusus kepada satu pihak tersendiri, tanpa perlu ada arogansi dari tiap kecamatan yang dilalui TCP untuk mengekspresikan diri, niscaya TCP ini bisa menjadi sarana berkendaraan yang sangat menarik. Coba saja bayangkan... Di suatu tempat, anda akan menemui papan pengumuman berbunyi "Pemandangan Monumen Tokoh Pendidikan, 500m kedepan, sebelah kiri", dan di tempat yang dimaksud lalu anda bisa melihat pemandangan megah wajah-wajah tokoh pendidikan Indonesia dari masa ke masa terpampang... niscaya para guru akan bangga akan profesi mereka.

Atau misalnya dengan menghias jembatan-jembatan penyeberangan yang ada sehingga masing-masing mewakili gaya desain yang berbeda, so, selain dari fungsionalisme, masyarakat sekaligus terdidik untuk lebih mengenal desain dengan benar...

Atau anda punya ide lain?

Btw, perjalanan mulai dari percabangan Tol Cikampek - TCP hingga keluar di pintu tol Pasteur, bisa ditempuh dalam waktu sekitar 40 menit, dengan kecepatan rata-rata 80km/jam. Tadi siang saja, perjalanan
kembali ke Jakarta dimulai dari pintu tol Pasteur hingga menembus jantung Jakarta di kawasan Semanggi, hanya ditempuh dalam waktu dua jam saja, dan ini sudah termasuk beragam gangguan lalu-lintas selepas masuk Tol Cikampek yang banyak dihuni bus dan truk dengan pengemudi dari Amerika (nyetir di kanan bo'). Sedangkan KA Parahyangan saja butuh waktu tempuh 3.5 jam, dan dulu kalau nyetir sendiri bisa kurang dikit dari itu, asalkan nyetirnya gahar dan gak takut sama truk-truk ber-ban 18 biji dalam memperebutkan hak guna jalan...

Semoga saja, bus dan truk yang seperti demikian tidak akan pernah diperkenankan untuk memakai TCP ini... Walau kelihatannya, harapan ini cuma seperti mimpi di siang bolong. (bay)

9 comments:

  1. pemandangannya bagus2 juga ya tapi sayang kalu harus motong2 bukit apalagi ada beberapa bagian yang jadi gundul, seperti tol padalenyi yang motong bukit di belakang rumah gw dulu di cimahi sampe sekarang kayaknya masih botak deh, seandainya di bikin terowongan aja gimana ya? kan blum ada tuh terowongan bukit di jalan tol hehe......
    hmmm......kedepannya bisa2 banyak lapangan golep neh

    ReplyDelete
  2. gw seh mau nya digambarin grafitti kayak di terowongan jembatan kuningan - casblank ato yang di by-pass ;)

    ReplyDelete
  3. wisata konstruksi. menarik juga melihat sisi lain pembangunan jalan tol terakhir yang membuat jakarta-bandung "bebas hambatan" itu. lembah dan bukit purwakarta itu sebelumnya dihiasi jembatan kereta api buatan zaman belanda.

    kalau tidak membelah bukit, kemungkinannya jalan tol jauh muter menghindari gunung (tambah panjang), atau dinaikkan melewati puncak gunung (berbahaya).

    ReplyDelete
  4. Hwaduhh... jadi pengen ke Bandung buru-buru... asiikkk lama perjalanan Bandung - Jakarta sekarang seperti lama perjalanan dari rumah ke kantor saya... Nah drpd ke kantor, mending sekalian ke Bandung bukan?

    ReplyDelete
  5. Kayaknya masalahnya di duit... =)

    ReplyDelete
  6. Betul!! Akhir minggu depan? Sekalian bolos Senennya? =D

    ReplyDelete
  7. Dulu sempat mau buat postingan tentang Tol Cipularang ini. Soalnya dengar dari teman, dan juga dari berita menjelang KAA yang lalu, tol ini sudah siap. Dan dampaknya sepertinya "keren" juga, lho. Ini juga dengarnya dari teman yang dengerin radio. Sepertinya antara Bandung dan Jakarta tanpa sengaja sudah ada Program Pertukaran Pelajar Cabut*. Anak Jakarta, kalau cabut dari sekolah perginya ke Bandung. Dan sebaliknya, anak Bandung, perginya ke Jakarta.

    * "cabut" itu istilah nasional bukan?

    ReplyDelete
  8. Hwalah... jaman gw dulu, kalo ngabur paling ke BIP... Kl kuliah bolos sih gak termasuk cabut kan? =)

    ReplyDelete