Sunday, October 22, 2006

Menyikapi perbedaan penentuan 1 Syawal 1427H

Di rumah mertua sini lagi ada sedikit perselisihan... topiknya apa lagi kalo bukan "Kapan Lebaran?". Soalnya semenjak Muhammadiyah menyatakan penetapan hari Lebaran (Idul Fitri) yang berbeda dengan keputusan Negara (via MUI), maka bibit-bibit perpecahan pun mulai muncul...

Mengapa Muhammadiyah menetapkan keputusan berbeda? Ini terjadi karena perbedaan cara perhitungan. MUI menerapkan sistem pemantauan terhadap "hilal" (tanda munculnya bulan baru), alias metode "rukyat", sedangkan Muhammadiyah cenderung mempergunakan sistem "hisab" (perhitungan).

Lantas kalau dikaitkan mengenai pemerintah Arab Saudi yang ternyata menetapkan 1 Syawal jatuh pada hari Senin, 23 Oktober 2006, gw gak terlalu peduli... kenapa? Bukannya karena sistem perhitungan mereka cacat, namun antara Arab Saudi dan Indonesia terdapat perbedaan letak geografis yang cukup significant, sehingga tidak secara otomatis apa yang berlaku di Arab Saudi, berlaku pula di Indonesia. Sedangkan bedasarkan sunnah Nabi, seorang muslim harus memakai perhitungan berdasarkan lokasi dimana ia berada, bukan berdasarkan perhitungan di Arab... Jadi dalam hal ini ummat muslim harusnya mengikuti keputusan yang dibuat oleh para alim ulama dari negaranya, kecuali kalau memang dianggap tidak ada yang kompeten.

Kalo dulu-dulu gw dan keluarga selalu kompak, dan selalu ngambil kata sepakat, maka keliatannya di keluarga mertua sistem ini kurang berjalan... Salahsatu ipar isteri, menyatakan pertimbangan bahwa menurutnya, MUI tidak menerapkan sistem perhitungan yang komprehensif dan cenderung hanya mengandalkan pada rukyat. Padahal ada beberapa metode yang harus ditempuh untuk penentuan hal ini... Jadi karena khawatir melaksanakan yang haram (jika ternyata benar 1 Syawal 1427H jatuh pada hari Senin, maka puasa hari itu diharamkan), maka ia memutuskan untuk menerima pendapat Muhammadiyah akan penentuan tanggal 1 Syawal; hari Senin, 23 Oktober 2006.

Duh bingung... Namun dengan tidak mengecilkan pendapat ipar (maupun negara), maka gwpun melakukan apa yang biasa gw lakukan kalau menghadapi ambiguity; Googling!

Hal pertama yang gw perlu ketahui adalah, "Bagaimanakah pendapat ormas dan orpol Islam lainnya mengenai hal ini?"

Jika pendapat Muhammadiyah dan Nadhlatul Ulama sudah sering diudarakan di TV, bagaimanakah dengan pendapat pihak lain? Pihak yang kredibilitasnya bisa gw percaya secara pribadi? Maka gwpun berusaha mencari tahu gimana keputusan dari Partai Keadilan Sejahtera, alias PKS; orpol Islam yang dalam kampanye dan aksi2 nya selalu melancarkan image positif, simpatik, dan santun.

Ternyata berbeda dengan pendapat ipar, Dewan Syariah Pusat PKS dalam website resmi PKS menyatakan keputusan untuk menetapkan tanggal 1 Syawal 1427H pada hari Selasa, 24 Oktober 2006, mengikuti keputusan negara. Lucunya, salahsatu hal yang mereka "garisbawahi" adalah perkara "berjama'ah".

Mengenai berjama'ah ini sendiri kebetulan sudah pernah gw temui pada beberapa wacana dari teman-teman MP maupun artikel-artikel di web, mengenai adanya hadist Nabi yang mengharuskan "berjama'ah" ini sebagai salahsatu aturan dasar penentuan. Tapi in the mean time, gimana sih pendapat ormas / orpol Islam lainnya?

Dari NU, Ketua Pengurus Pusat Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama KH Ghozali Masroeri, di Jakarta menyatakan, melihat bulan dengan mata kepala (ru`yatul hilal bil fi`li) untuk menentukan awal bulan Qomariyah atau Hijriah, khususnya awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, sesuai dengan perintah Nabi

Muhammad SAW. Adapun hisab atau perhitungan menurut cara ilmu pengetahuan (astronomi) hanya berfungsi sebagai pembantu belaka.

(http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=269234&kat_id=23)

Sedangkan dari Persis, didapatkan juga hal yang sama; 1 Syawal 1427H jatuh pada hari Selasa, tanggal 24 Oktober 2006. (http://www.persis.or.id/site/index.php?option=com_content&task=view&id=28)

Oke, ternyata sebagian besar dari ormas/orpol Islam ini menyatakan "rukyat" (melihat bulan secara visual) sebagai dasar penentuan mereka. Lantas pertanyaan berikutnya adalah, "Gimana sih sebenernya posisi atau kedudukan antara dua metode; rukyat vs. hisab ini?"

Kembali ke Googling... dan dapet satu artikel yang isinya cukup komplit walaupun dipasang bukan di website yang gw kenal... Dan beginilah runtutan fakta yang bisa gw telaah....

FirmanNya:
Mereka bertanya tentang hilal. Katakanlah:: "Sesungguhnya ia adalah penentu waktu bagi manusia. (QS Al Baqarah:189). 
Sabda Nabi:
Berpuasalah kalian dengan melihatnya, dan berbukalah dengan melihatnya. (Hadits).
Berdasarkan dua sumber hukum itu saja sudah tertera jelas bahwa cara perhitungan / penentuan awal bulan Islami adalah melalui metode melihat hilal secara visual.

Lalu bagaimanakah jika ternyata hilal tidak bisa dilihat pada saat diperkirakan sudah waktunya berganti bulan?

Dari Abu Umair bin Anas dan paman-pamannya dari kalangan kaum Anshar , berkata:
"Awan menutupi kami pada hilal Syawal. Maka pagi tersebut kami berpuasa. (Kemudian) datanglah kafilah pada sore harinya, Mereka bersaksi kepada Rasulullah, bahwa kemarin
mereka melihat hilal. Maka Rasulullah memerintahkan orang-orang untuk berbuka saat itu juga, dan keluar besok paginya untuk shalat Id". [15] 
Jika belum terlihat hilal, maka teruslah berpuasa! Dan karena para pengamat MUI di pelosok tanah air ini per-Maghrib hari Minggu 22 Oktober 2006 ini belum ada yang melihat hilal, maka berarti untuk wilayah Indonesia tanda pergantian bulan belum terlihat, jadi pada hari Senin 23 Oktober 2006 kaum muslim masih diharuskan untuk berpuasa.

Lantas pertanyaan berikutnya, "Bagaimanakah penyelesaiannya jika ternyata antara para ahli ada yang berbeda pendapat?"

Sabda Rasulullah:
"Puasa kalian adalah pada hari kalian berpuasa. Dan berbuka kalian, lalah pada hari kalian berbuka. Dan hari penyembelihan kalian, ialah hari ketika kalian (semua) menyembelih."
Ash Snan'ani, ketika mensyarah hadits ini berkata: "Dalam hadits ini, dalil yang menetapkan hari raya sesuai dengan (kebanyakan) manusia, karena orang yang sendirian mengetahui hari raya dengan ru'yah, wajib baginya untuk mengikuti orang lain dan diharuskan shalat, berbuka dan kurban bersama dengan mereka". [14]

Ternyata untuk penentuan bulan baru yang terkait dengan ibadah-ibadah khusus (Sholat Id, Qurban) maka faktor bersama-sama adalah penting! Dan bukankah Islam berulangkali menempatkan masalah berjama'ah ini sebagai suatu prioritas?

Dan dalam hal ini, walaupun Republik Indonesia bukanlah negara Islam, namun karena pemerintah Republik Indonesia memiliki dewan yang dianggap cukup credible untuk menentukan penanggalan Islami (termasuk penentuan jatuhnya tanggal 1 Syawal), maka keputusan negara memiliki kedudukan yang prioritas. Apalagi metode yang mereka pakai adalah metode yang memang kuat landasan hukumnya.

Lalu jika kembali ke pembahasan diawal mengenai "khawatir melaksanakan shaum yang haram pada tanggal 1 Syawal, jika ternyata negara membuat keputusan yang salah", ternyata ada hadistnya juga dari Nabi:

Nabi bersabda tentang para penguasa:

"Shalatlah bersama mereka. Jika mereka benar, maka (pahalanya) untuk kalian dan mereka. Jika mereka salah, maka pahalanya untuk kalian (dan) dosanya untuk mereka"

Jadi, kesalahan dan kelalaian pemerintah, tidak ditanggung kaum Muslimin yang tidak melakukan kelalaian atau kesalahan. [17]

Jadi dalam hal ini, Nabi menjamin bahwa seorang muslim berada dalam posisi yang aman, jika dikaitkan terhadap kemungkinan kesalahan keputusan pemerintah / penguasa. Sedangkan sikap memutuskan untuk tidak berpuasa pada hari Senin, 23 Oktober 2006 karena khawatir melaksanakan sesuatu yang haram, dan tokh bisa diganti (qodho) dengan shaum dilain waktu, gw anggap sebagai suatu sikap yang kurang tegas...

Jadi sebagai kesimpulan akhirnya:

Berdasar pada metode rukyat, plus hadist Nabi mengenai keutamaan melaksanakan 1 Syawal bersama-sama, dan anjuran Nabi untuk mengikuti keputusan pemerintah, maka gw pun memilih untuk mengikuti 1 Syawal-nya Pemerintah RI: pada hari Selasa, 24 Oktober 2006.

Sekian, kalau ada rekan-rekan yang memutuskan untuk merayakan 1 Syawal 1427H pada hari Senin 23 Oktober 2006 ini, silakan... anda pasti punya pertimbangan tersediri yang anda yakini benar... Lagipula tanggung-jawabnya tokh bukan dengan teman/sahabat/lingkungan, tapi terhadap our own conscious dan dengan Alloh SWT. Yang pasti, sekarang gw udah nggak galau lagi karena keputusan gw udah berdasarkan pengertian, bukan ikut-ikutan semata. (bay)

Catatan:

[14] Subulus Salam (2/134).

[15] Hadits dengan lafadz ini dikeluarkan oleh Abu Dawud, Kitab Shalat, Bab (Idza Lam Yakhrujil Imam Ul 'Id...) no. 1.157.

[17] Majmu' Fatawa (25/206).

Sumber2 dalil tersebut dikutip dari: http://forsitek.brawijaya.ac.id/index.php?do=detail&cat=fatwa&id=ftw-hariraya, dicopy dari: Majalah As-Sunnah Edisi 07 [Tahun VIII/1425H/2004M]




















Tuesday, September 19, 2006

Motivasi adalah pemilahan makanan untuk konsumsi akal pikiran kita

Aargh... sulit banget mo kerja, kalau kepala terus-terusan dibisiki dengan pesimisme dan justifikasi alasan-alasan "kenapa saya akan gagal".

Rasa takut, yang secara natural membantu manusia untuk menjaga keselamatan diri, tak jarang tumbuh besar tak terkendali menjadi suatu de-motivasi yang menghantui seorang manusia kemanapun ia pergi. Dan banyak orang nggak sadar, kalau akal-pikirannya sebenarnya mudah tersusupi hackers dan crackers, seandainya ia tidak melindungi dirinya dengan semacam "firewall".

Jika di dunia IT, istilah-istilah tersebut mengacu pada serangan dan counter-serangan berbasis data, maka bentuk hacking dan cracking pada akal-pikiran mengacu pada penyusupan ide-ide yang berbahaya... baik dalam melemahkan kekuatan sistem akal-pikiran, maupun dalam mencemarinya dengan buah pemikiran jahat, sehingga si akal-pikiran tidak lagi digunakan untuk tujuan yang baik.

Pelemahan potensi akal-pikiran melalui penyusupan motivasi negatif, cenderung membuat si akal-pikiran jadi kaweur, khawatir berlebih, dan kehilangan kemampuan untuk fokus pada pencarian jalan keluar. Hal ini terjadi karena yang bisa ia kalkulasikan setelah tersusupi ini, adalah semata-mata seberapa besar kerugian yang akan ia raih ketika mengambil keputusan yang salah. Akibatnya, karena merasa terancam bahaya, akal-pikiran lantas memilih untuk mencari amannya saja; do nothing, evading, atau even quitting.

Saat-saat inilah, si akal-pikiran yang telah tercemar perlu diberikan antidot dan obat, supaya bisa kembali ke kinerja optimalnya. Bisa melalui internal correction (secara sadar membenahi ulang struktur data akal-pikiran), atau melalui bantuan eksternal; mencari hal-hal yang bisa dilakukan/dikonsumsi untuk menimbulkan kembali semangat dan motivasi hidup.

Saat-saat seperti inilah, materi-materi yang sifatnya motivasional sangat berguna. Untungnya ada internet, maka tinggal fire-up Google.com untuk lantas browsing ke situs-situs hasil pencarian dengan keyword semisal: Roy Sembel, Safir Senduk, Gede Prama, motivational article.

Salahsatunya, yang berhasil membangkitkan semangat saya:

Akal-pikiran itu powerful, but innocent. "Kita" sebagai penguasa si akal-pikiran harus pintar-pintar memilah makanan pemikiran untuk bahan konsumsinya, sekaligus menerapkan pemograman yang tepat untuk sistem operasinya. Karena jika dikondisikan untuk optimis, maka si akal-pikiran akan membantu kita untuk mencari solusi, sedangkan jika dikondisikan untuk pesimis, maka si akal-pikiran akan membantu kita untuk mencari pembenaran dan ide-ide destruktif. (bay)

Saturday, September 16, 2006

Oleh-Oleh Ngopi Bareng Safir Senduk

Sore hari kemarin, henpun gw berdering... sempet bingung ngeliat nomernya yang asing, tapi oh well gw terima aja, sapa tau another side job. Suara diseberang sana memperkenalkan diri sebagai Iwan, nama yang familiar tapi gw lupa dari circle mana beliau berasal. Setelah konfirmasi, oh, rupanya temen baru yang dikenalin Dira waktu gw dan keluarga sowan ke tante Mea.

Ternyata, ada undangan untuk acara ngobrol dan ngopi bareng Safir Senduk di restoran yang Iwan manage, dan tentu aja gw sambut dengan suka cita! Setelah daftar dan confirmed, gwpun menyusun janji dengan pacar isteri tercinta untuk hadir awal, karena katanya, cuma ada 50 goodie bags dan sistemnya first come first serve. Secara isteri adalah maniak Goodie Bag (yang walau lagi sakit bisa maksain dateng ke kawinan sekedar pengen tau apa souvenirnya), maka masalah ketepatan waktu ini cukup vital.

Pas dateng ke Pizza Marzano, ternyata pada jam 5 sore itu 80% seat sudah terisi! Untung aja nama gw dan Ade ada di-list, sedangkan beberapa pengunjung yang dateng langsung tanpa reserve, terpaksa banyak yang ditolak karena keterbatasan jumlah seat tersebut.

Acara pertama adalah presentasi dan coffee tasting dari Excelso Coffee, pembawa acara (maap, lupa namanya) menjelaskan mengenai produk kopi Excelso baru dari daerah Toraja. Selain itu, turut dijelaskan juga pengetahuan dasar mengenai karakter inti dari dua jenis utama kopi; Arabica dan Robusta.

[Btw, ternyata Robusta made in Indonesia termasuk yang terbaik di dunia dan jadi bahan baku penting dari kopi-kopi espresso dan cappucino di seluruh dunia.]

Robusta memiliki karakter rasa pahit, dengan aroma yang kurang kuat, sedangkan Arabica, memiliki karakter rasa masam yang kuat, dengan aroma yang lebih kuat. Karena perbedaan karakter inilah maka banyak produsen kopi yang lantas mencampur dua jenis tersebut hingga mendapatkan takaran yang menurut mereka paling pas perpaduan rasa, karakter body, serta aromanya. Para sesi acara ini, pengunjung juga berkesempatan untuk mencoba langsung perbedaan dari dua jenis kopi ini supaya lebih mengerti yang dimaksud. Kopi2 Excelso sendiri dijual dalam bentuk bijih untuk menjaga kemurnian rasa dan kualitasnya.

Tips keuangan dari Safir Senduk


Ketika tiba waktunya Safir maju, ruangan sudah penuh terisi, dan rata-rata pengunjung pada antusias untuk mendengarkan nasihat dari salahsatu penasihat keuangan ngetop negeri ini, yang namanya kian melambung. Topik utamanya adalah bagaimana menjadi kaya walaupun hanya berprofesi sebagai pegawai. Inti dari tips yang kemudian dijabarkan sebenarnya simple sekali:

"bukan pada seberapa banyak penghasilan, tapi pada seberapa besar kemampuan kita menabung"

Sebagai ilustrasi, Safir menceritakan pengalaman pribadi berurusan dengan salahsatu maskapai penerbangan nasional. Diceritakan oleh pihak perusahaan, bahwa banyak pilot senior mereka yang memiliki gaji hingga 30 juta rupiah sebulan... tapi kemudian hidup setelah satu minggu hanya dengan uang 750 ribu! Kenapa? Karena gaji yang luar biasa besar itu ternyata sudah dihabiskan di minggu pertama... Sedangkan di sisi lain, banyak dari kita yang penghasilannya terbilang pas-pasan, namun bisa memenuhi kebutuhan hidup dengan baik... Jadi intinya tetap kembali ke masalah money-management.

Lantas bagaimana dengan kita yang gajinya jauh lebih kecil dari bilangan tersebut? Bagaimana saat pengeluaran bulanan lebih besar dari penghasilan sehingga selalu defisit? Hal ini bisa saja diakali dengan menekan pengeluaran. Lantas gimana jika pengeluaran tidak bisa ditekan lagi? Dalam salahsatu bukunya, Safir menawarkan alternatif dari penekanan pengeluaran, melalui beberapa cara yang dianggap ampuh untuk mencari penghasilan tambahan, berikut diuraikan secara singkat:
  1. Menjadi karyawan di tempat lain (pada waktu luang misalnya)
  2. Menjual Barang dan Jasa
  3. Menjual keahlian (keahlian menulis misalnya)*
  4. Membuka usaha sendiri
  5. Ikut dalam MLM
  6. Ikut dalam Investasi bagi hasil
  7. Ikut dalam Investasi penghasilan tetap (deposito c.s.)
  8. Turut berjualan investasi (misalnya menjadi pialang saham)
Terkait dengan penjualan keahlian(*), maka ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan supaya hasilnya bisa optimal; penetapan target pasar, pengiraan selera pasar, serta yang juga vital; spesialisasi dan self-branding!

Gimana itu spesialisasi dan self-branding? Berbeda dengan anggapan umum untuk melahap semua jenis pekerjaan di semua jenis pasar, maka Safir justru lebih mendukung kearah spesialisasi pada suatu bidang tertentu. Dengan spesialisasi, maka masyarakat akan lebih mudah untuk mengaitkan nama kita dengan profesi yang kita tekuni. Profesi penasihat keuangan? Maka yang akan teringat adalah nama-nama semisal Safir Senduk atau Roy Sembel... Profesi Seksolog? Maka akan muncul nama Naek L Tobing atau dr. Boyke... Ahli Telematika? Onno W Purbo atau... *ehm*... Roy Suryo. Masing-masing dari individu tersebut, semuanya konsisten dan setia dengan profesi yang mereka geluti, nyaris tak ada yang dikenal memiliki profesi ganda. Merekalah contoh dari orang-orang yang berhasil mendapatkan asosiasi terhadap suatu profesi, akibat spesialiasi dan usaha self-branding yang gencar.

[btw, katanya gw identik dengan tulisan soal review makanan ama musholla ya? =)]

Kembali ke masalah money-management, maka menurut Safir ada suatu aturan baku untuk mengatur pos pengeluaran sehingga hasilnya efisien dan benar. Berikut ini paparan singkatnya:
  1. Sisihkan 10% diawal gajian untuk menabung!!! Kenapa diawal? Supaya nggak kepake ke hal-hal yang lain... Tabungan yang sehat, adalah yang berjumlah sekitar 2-3 kali gaji bulanan untuk kehidupan sehari-hari, dan lebih lagi kalau mencakup dana sekolah anak, dana kesehatan, dll.
  2. Cicilan utang; rumah, mobil, dll. yang jumlahnya tidak boleh lebih dari 30%. Jika lebih, berarti anda dalam masalah.
  3. Sisihkan 10% untuk Asuransi! Kegunaan asuransi? Selain dari berfungsi ganda sebagai tabungan (pada beberapa jenis asuransi), asuransi berfungsi terutama, untuk meng-cover masalah-masalah yang sifatnya musibah atau bencana. We can't stop living even after facing a disaster.
  4. Terakhir, 50% dari gaji, alokasikan untuk biaya hidup sehari-hari. Jumlah ini terdengar sedikit? Sebenernya nggak, karena sebagian dari biaya hidup kita, mo itu pakaian, kendaraan, sudah dicover pada pos pengeluaran nomer 2: Cicilan Utang.
Satu pertanyaan cukup menggelitik dari salahsatu peserta, adalah mengenai definisi dari kata "kaya", dan Safir pun menjawab dengan mencontohkan image "kaya" stereotipe sinetron yang menipu (rumah gedong, mobil either BMW atau Mercedes, nyaris selalu warna item, pemilik rumah masih berusia muda, di rumah pake dasi, isteri selingkuh sama brondong)... Safir menjelaskan lebih lanjut, bahwa sebenarnya, istilah "kaya" yang dimaksud adalah lebih pada kemampuan seseorang tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak. Misalnya? Cukup dana untuk hidup, cukup dana untuk punya rumah tinggal, cukup dana untuk punya kendaraan pribadi, nyekolahin anak, beribadah, dan (sukur-sukur) termasuk juga liburan tahunan rutin.

Acara yang full informasi ini diakhiri pada sekitar pukul 7 malam, seperti rencana. Walaupun gak makan berat, tapi perut ternyata kenyang karena sepanjang acara pihak Pizza Marzano tak henti-hentinya mensupply para hadirin dengan garlic bread, mini pizza, pizza slices, dan ice black currant tea... yummi!

Dan walaupun kalah dalam acara tanya-jawab dengan hadiah voucher makan @ 100 ribu rupiah di Pizza Marzano, gw dan ade setelah acara tetep dapet voucher makan juga, dan langsung dari resto managernya, hehe. Thanks lho Wan! Waktu kami pamitpun, sempet dikenalkan juga dengan regional managernya Pizza Marzano untuk sedikit bincang-bincang sekaligus gw nyampein soal appraisals dan complaints yang gw dapet dari temen-temen di lingkup circle MPID dan Epicurina.

Sayangnya, acara Reader's Digest ini rupanya merupakan acara yang terakhir untuk bulan ini, karena selama bulan suci Ramadhan kelak, tidak akan ada acara kumpul-kumpul seperti ini lagi. So, selamat menyambut bulan suci Ramadhan ya! Semoga sudah cukup segala persiapan lahir & bathin nya jadi ibadah kelak bisa berlangsung maksimal dan lancar! Amiiin.




Sunday, July 23, 2006

Membentuk Masa Depan

Tanpa tujuan yang pasti, hidup itu sekedar proses nyasar kesana-kemari; kadang untung, kadang buntung, terus-terusan ampe akhirnya berenti di suatu akhir. Suatu akhir yang bukannya gak mungkin, terasa asing dan nggak kita suka...

Untuk bisa merencanakan tujuan hidup yang baik dan benar, maka selain dari dorongan internal, faktor pengaruh lingkungan juga bisa dipertimbangkan; perkaya wawasan supaya memperbanyak pilihan. Dalam pelaksanaannya pasti akan ada deviasi, tapi ini nggak harus berarti kegagalan karena bisa juga berarti perkembangan. Begitulah proses dari suatu pertumbuhan; gak ada dua pohon dari satu spesies yang tumbuh dengan bentuk sama persis, tapi ini bukan masalah selama masing-masing berhasil tumbuh optimal dan menebar manfaat yang seharusnya dari pohon2 spesies tersebut.

Dan jika pohon jati bisa mencapai potensi maksimalnya sebagai bahan baku ideal untuk furniture dan konstruksi, karbon sebagai intan yang indah sekaligus materi terkeras di muka bumi, maka seperti apakah potensi maksimal manusia?

Banyak dari kita cenderung terlalu terpaku dengan image akan keterbatasan sehingga secara sukarela menghambat perkembangan diri kita sendiri. Padahal banyak keterbatasan adalah semu... image yang kita bentuk untuk membingkai diri kita sendiri. Padahal jalan keluar justru terdapat dalam optimisme dan positivisme; dalam perjalanan mencapai tujuan, bukan dalam proses pengumpulan alasan kenapa kita layak untuk gagal.

Iya betul, hidup kita sangat tergantung pada bagaimana kita memandang hidup ini... Kalau pandangan kita kerdil, maka si pikiran akan secara proaktif mencari bukti untuk mendukung kekerdilan ini. Sedangkan kalau pandangan kita optimis, maka si pikiran pun akan secara proaktif mencari bukti untuk mendukung keoptimisan ini. Pikiran hanyalah hamba yang penurut dari si pandangan, si pola pikir. Karena itu kalau mau berubah, maka ubahlah cara pandang dan pola pikir yang kita miliki, se-sederhana itu.

Memang untuk menjadi positif perlu latihan berat... apalagi kalau selama ini kitanya udah terlalu dalam tenggelam dalam jurang kenegatifan. Tapi semuanya juga emang harus dilakuin step by step, langkah kecil demi langkah kecil lainnya. Ntar juga pasti kaget ketika nemuin diri udah banyak berubah...

Embrace the changes, embraces the positivism... supaya ketemu bentuk yang maksimal dari potensi diri itu seperti apa. Inget, Alloh SWT nggak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali mereka berusaha untuk mengubahnya. Dalam ayat ini bukan berarti Tuhan cuma bisa approving; tapi all the magic of changes hanya akan turun pada mereka yang memang berusaha untuk berubah.

Rasulullah SAW juga menyuruh kaum muslim untuk membuat hari ini lebih baik dari hari kemarin... Secara konstan berusaha mencapai perkembangan dan perbaikan, step by step. Kombinasikan dengan perihal penentuan tujuan hidup, maka ini berarti setiap hari yang kita jalani seharusnya didedikasikan untuk mencapai kemajuan terhadap apa yang kita cita-citakan untuk capai dimasa mendatang.

Nah diakhir tulisan ini marilah kita saling berpikir...

Seperti apakah bentuk akhir dari hidup yang kita idam-idamkan?

Because the only future worth living in, is the future you want to be in.(bay)

Sunday, June 25, 2006

Cerpen Legenda: Tamu Jangkung di Balong


Ti'ah dalam usianya yang masih balita duduk dengan tenang dipundak Abah*, sambil pandangannya menerawang kearah "balong gede". Dalam usianya itu, belumlah ia bisa mengerti betul perbedaan antara "balong", kolam ikan yang biasa didapati di kampung-kampung, dengan badan air maha luas yang orang sebut sebagai "laut".

[*Abah: Panggilan lain untuk "bapak" dalam Bahasa Sunda]

Ti'ah dan abah saat itu sedang berada di pesisir pantai Pameungpeuk. Bersama beberapa orang pengangkut barang, mereka hampir mencapai tujuan akhir setelah jauh berjalan dari Garut. Di kisaran tahun 1916 itu, jalan setapak yang mereka lalui bisa menghemat perjalanan hingga satu-dua hari, dibanding jika harus mempergunakan jalan memutar biarpun sambil menumpang pedati.

Tak lama kemudian Ti'ah melihat sesuatu yang menarik perhatiannya diarah laut, dan pupil matanya pun membesar.

Ia lalu menepuk lengan abah yang sedang memeganginya dan berbicara dekat pada telinga abah... "Abah, itu saha di balong?" (Bapak, itu siapa di kolam?)

Abah menengok kearah telunjuk tangan Ti'ah yang mengarah ketengah laut, dan ia pun terhenyak kaget...

Sambil membaca istighfar, ia pun menginstruksikan pada Ti'ah untuk diam, serta menginstruksikan rombongan untuk untuk tidak berbincang-bincang lagi dan berjalan lebih cepat... keringat dingin terasa keluar dari pundak abah...

Dan walau tidak begitu mengerti mengapa ia harus diam, Ti'ah duduk dengan tenang sambil terus memandangi sang "tamu" di balong... sesosok tubuh hitam legam dengan rambut kribo yang melebar seperti "ayakan" (tampi beras) di lepas laut sana...

Sosok yang terlihat berdiri agak jauh dari batas pantai, terendam air laut hingga ke batas pinggang, dengan badan yang menjulang tinggi dari permukaan laut. Sosok misterius ini terlihat berulang kali membungkuk kearah ombak yang datang...

Segera setelah mereka meninggalkan daerah pantai tersebut dan masuk ke daerah hutan, abah pun bisa bernapas lega... lalu di desa tujuan mereka, mereka mengadakan acara syukuran atas keselamatan mereka. Saat itulah Ti'ah bisa mendapat penjelasan yang cukup memuaskan... abah bilang kalau mereka saat itu sangat beruntung, karena angin sedang mengarah dari laut kedarat dan bukan sebaliknya... jikalau tidak, entah apa yang akan terjadi seandainya raksasa itu mencium bau mereka.

foto dari: http://www.stevequayle.com/Giants/charts/charts.html

further reading:
+ http://www.mysteriousworld.com/Journal/2003/Summer/Giants/
+ http://ourworld.compuserve.com/homepages/dp5/ape2.htm
+ http://media.mnginteractive.com/media/paper36/0105bigfootgraf.gif
+ http://www.mtblanco.com/html/tour.html

Saturday, June 24, 2006

Cerpen Legenda: Abah Express


Emak mengeluh pada Abah, yang siang itu baru pulang dari mengerjakan suatu urusan di kantor Kepala Desa Singajaya, Garut. Katanya, laki-laki itu harus sigap untuk menyediakan lauk bagi makan, apalagi waktu itu nasi telah hampir matang dan waktu hampir beranjak ke tengah hari. Suasana memang sedang agak genting dengan beredarnya kabar bahwa "Gorombolan" (Pemberontak DI/TII di daerah Garut) mulai beraksi menyerang kampung seberang. Tapi yang namanya dapur, tidak ada alasan untuk tidak ngebul.

Abah yang tidak banyak cakap lalu mengajak ponakannya yang masih kecil, Asep untuk berjalan-jalan. Beberapa jauh dari rumah mereka, Abah bilang kepada Asep kalau mereka akan menempuh perjalanan jauh, namun ada beberapa persyaratan yang harus Asep penuhi atau mereka akan celaka. Diantara peraturan tersebut ialah Asep dilarang membuka mata dan bercakap-cakap selama perjalanan mereka nanti.

Sambil menyeka ingus dari hidungnya, Asep kecil pun menganggukkan kepala tanda setuju, dan Abah pun memangku Asep di pundaknya. Asep bingung, kemanakah mereka akan bepergian? Naek oplet ke Garut? Jalan kaki ke kampung seberang sungai? Tapi kenapa koq Abah wanti-wanti seperti itu?

Segera setelah mereka yakin tidak ada orang disekitar, Abahpun memberi isyarat. Asep lantas menutup mata dan Abah pun berjalan cepat sambil terasa agak melayang-layang... atau begitulah kurang-lebih yang Asep rasakan dari posisi duduknya di pundak Abah.

Beberapa saat kemudian Abah memperbolehkan Asep untuk membuka mata, dan mereka pun meneruskan jalan kaki ke pasar ikan yang terlihat di kejauhan... udara terasa lebih panas dari biasanya, juga lingkungannya terlihat tidak familiar. Pasar yang Asep saksikan sepertinya bukanlah pasar di Garut, apalagi di Singajaya, kampung tempat mereka tinggal.Tapi yah sudahlah, mungkin ada pasar dadakan disekitar kampung, yang penting percaya saja sama kolot (orang tua) pikirnya...

Setelah selesai berbelanja, mereka lalu menempuh perjalanan yang sama dan Asep pun kembali diminta untuk mematuhi apa yang telah Abah perintahkan tadi untuk perjalanan mereka.

Beberapa saat kemudian Asep merasa Abah mulai berjalan seperti biasa, dan iapun diperbolehkan untuk membuka mata. Ternyata mereka telah kembali berada di jalanan desa dekat hutan tempat mereka tadi berangkat, dan udara kembali terasa sejuk... Sewaktu bertemu Emak, Abah pun menyerahkan ikan yang mereka beli di pasar tadi, sambil berujar dengan bangga; "tah dengeun na, ti Cirebon" (nih lauknya, dari Cirebon).(bay)

foto dari: http://www.ethereal3d.com/

Cerpen Legenda: Hari Terlarang di Pameungpeuk


Suasana laut hari itu memang aneh... laut ditepi pantai ini terlihat tenang dan aman untuk melaut mencari ikan, namun ombak kecil datang saling silih silang beradu di pantai, dan mereka terlihat seperti memiliki sirip-sirip kecil, bukan pemandangan yang biasa Apa* temui manakala ia berangkat memancing di laut ini, di tempat dinasnya yang baru di Pameungpeuk. Dalam masa pemerintahan Presiden Soekarno ini, ia telah dialihtugaskan beberapa kali untuk mengawasi perkebunan, namun untungnya semua masih di daerah Garut Selatan, dekat dengan kota tempat ia berasal.

[*Apa (bapa) : panggilan akrab kepada ayah, dalam bahasa Sunda]

Tanpa peduli dengan kenyataan bahwa hari itu tidak ada nelayan yang melaut, Apa dan ajudannya pun berangkat kelaut dengan perahu kecil yang mereka dayung berdua...

Setelah lama memancing tanpa hasil sedikitpun, mereka lalu beranjak untuk kembali ke pantai karena laut pun tidak beranjak ramah... Disimpulkanlah, hari itu memang hari yang buruk untuk memancing...

Ketika perahu telah mendekati pantai dan tinggal beberapa kayuh lagi untuk mendarat, Apa mendapat perasaan aneh seperti ada yang mengawasinya, dan dengan penasaran ia pun menengok ke sekitar perahu untuk mengecek...

Apa yang ia lihat muncul dari laut didekat bagian belakang perahunya lantas membuat mukanya pucat dan secara refleks ia pun meloncat dari perahu ke air laut selutut dan berlari kearah pantai...

Berlari kencang melewati sepeda yang tadi membawanya ke pantai ini, melewati hutan yang tadi mereka lalui dalam perjalanan ke pantai, dan baru berhenti setelah bertemu dengan rumah penduduk terdekat...

Sambil terengah-engah dan lututnya masih gemetaran, Apa menenangkan diri... namun setelah sadar kalau ajudannya masih tertinggal di pantai ia pun dengan khawatir beranjak kembali kearah pantai... Ditengah perjalanan menuju pantai, ia mendapati ajudannya sedang terduduk di dekat pepohonan sambil terlihat gemetaran dan berusaha untuk menenangkan diri... Sang ajudan sayangnya (untungnya?) tidak melihat apa yang Apa lihat, karena terlalu tegang untuk membalikkan badan setelah melihat Apa terbirit-birit melompat keluar dari perahu... ia juga sebenarnya memiliki perasaan sama seperti Apa; seperti ada yang mengawasi...

Setelah mengecek situasi dan kondisi dari ajudannya, mereka berdua lalu menenangkan diri sejenak sebelum kembali ke desa...

Di desa, ketika orang-orang diceritakan mengenai pengalaman yang baru dialami, ternyata mereka tidaklah terlihat terlalu terkejut... karena menurut penanggalan mereka, hari itu ialah hari larangan untuk turun melaut, makanya tidak ada satu pun kapal nelayan yang pergi dari pelabuhan... Apa yang masih terhitung penduduk baru, tentu saja tidak mengetahui hal ini.

Apa tersenyum kecut... sambil dalam pikirannya terus terbayang-bayang mengenai bayangan hitam sebesar batang pohon kelapa yang mencuat dari laut beberapa meter di belakang perahu mereka tadi, dengan sepasang mata yang menatap dingin dipuncaknya... (bay)

foto dari http://www.wilsonsalmanac.com