Sunday, March 2, 2008

Tradisi Sains dan Teknologi Dalam Islam

Nemu tulisan terkait sains dan teknologi dalam perspektif Islami, menarik untuk dikaji. Terlebih ada beberapa pointers di bagian akhir yang berguna buat dijadikan titik awal penelitian.

Sains dan Kemandirian Muslim

Agus Purwanto, DSc.*)

Pendahuluan
        Sejarah ilmu pengetahuan mencatat bahwa dunia Islam pernah mencapai penguasaan yang gemilang di bidang sains, teknologi, dan filsafat di masa Dinasti Abbasiyah. Pada masa itu tradisi intelektual dan spirit pencarian serta pengembangan ilmu pengetahuan, yang diawali dengan translasi massif atas karya-karya ilmiah para filsuf Yunani kuno tertancap kuat, tumbuh dan berkembang pesat.

        Dunia Islam melahirkan sederet nama ilmuwan masyhur. Mereka itu seperti Al Biruni (fisika, kedokteran), Jabir Haiyan (kimia), Al Khawarizmi (matematika), Al Kindi (filsafat), Al Razi (kimia, kedokteran), Al Bitruji (astronomi), ibnu Haitsam (teknik, optik), ibnu Sina (kedokteran), ibnu Rusyd (filsafat), ibnu Khaldun (sejarah, sosiologi), dan banyak lagi yang lain.
        Sumbangan dunia Islam pada kemajuan ilmu pengetahuan di dunia modern menjadi fakta sejarah yang tak terbantah. Bermula dari dunia Islamlah, ilmu pengetahuan mengalami transmisi, diseminasi, dan proliferasi ke dunia Barat, yang mendorong munculnya zaman pencerahan (renaissance) di Eropa. Melalui dunia Islam, Barat mendapat akses untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

Spirit al-Qur’an
        Ketika masa keemasan Islam berakhir bersamaan dengan runtuhnya kekuasaan Islam di Andalusia pada 1491, masyarakat Barat kemudian mengambil alih. Barat dengan sains dan teknologinya terus memimpin peradaban sampai saat ini sementara Islam terus dalam kegelapan dan ketakberdayaan. Bahkan selama kurang lebih tiga abad negara-negara muslim dijajah oleh kolonialisme Barat yang diperankan oleh Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda, Perancis, Jerman dan Amerika Serikat. Lebih memilukan lagi, sesama negeri muslim sulit bersatu dan mudah diadu seperti kasus paling aktual resolusi PBB nomor 1747 tentang nuklir Iran yang juga disetujui negeri muslim Indonesia dan Qatar.
        Kini umat Islam mencoba bangkit dari keterpurukan dalam sains dan teknologi. Umat Islam, untuk saat ini harus mengkaji kembali kekuatan mereka berupa sains dan kemudian melahirkan teknologi, yang mereka genggam erat selama abad 8-15 M.

        Umat Islam di masa lampau telah meletakkan ilmu pengetahuan pada posisi yang benar dan memandang sebagai pemilik yang sah. Pandangan ini mempunyai landasan yang kokoh yakni hadis nabi Muhammad saw, "Ilmu itu adalah harta (kearifan) yang hilang dari orang beriman, di mana pun dan kapan pun mereka menemukannya, mereka harus memungutnya kembali". Di dalam riwayat lain disebutkan: "Jika engkau menginginkan kebahagiaan dunia, maka carilah dengan ilmu. Jika kau mencari kebahagiaan akhirat, maka cari juga dengan ilmu."
        Sedangkan landasan dari kitab suci juga tidak kurang banyaknya. Spirit umat Islam awal adalah wahyu pertama yang memerintahkan umat Islam agar membaca, membaca, dan membaca (QS 96: 1-3). Ayat tersebut dan hadis-hadis terdahulu yang memerintahkan pentingnya menuntut ilmu dan hendaknya jadi pelecut umat Islam agar kembali mencintai ilmu pengetahuan, sains dan teknologi. Dorongan seperti ini tidak dimiliki oleh umat beragama apapun di dunia ini.
Problem Aktual
        Fakta-fakta kegemilangan sains masa lampau dan landasan-landasan normatif bagi umat Islam untuk menguasai sains cukup banyak dan jelas tetapi realitas lapangan memperlihatkan hal sebaliknya. Umat Islam tidak mempunyai kepedulian yang memadai terhadap sains, bahkan lebih ekstrim umat Islam memperlihatkan kecenderungan sikap antisains. Sains seolah tidak terkait dan tidak mengantar umat Islam ke surga sebagaimana zakat, anak yatim, kaum duafa dan pendirian masjid. Banyak umat Islam mempunyai pemahaman dan persepsi bahwa sains adalah kafir dan membawa pada kekafiran karena merupakan produk orang kafir (baca Eropa dan Amerika).
        Pandangan salah tersebut tidak hanya terjadi di kalangan awam berpendidikan rendah melainkan juga sebagian elit umat. Akibatnya tidak ada dukungan yang memadai untuk pengembangan sains. Jurusan-jurusan sains dan teknologi di perguruan tinggi islam didirikan seolah hanya untuk menampung mahasiswa baru dan strategi bisnis jangka pendek. Di kalangan mahasiswa, masuk jurusan eksakta (sains dan teknologi) hanya faktor latah dan gengsi sesaat karena setelah itu mereka kembali pada kecenderungan umum umat Islam yakni meninggalkan dan anti sains.

        Pada tahun 1930-an Syeh Jauhari Thonthowi di dalam tafsirnya al-Jawahir menggugat dengan menyebutkan bahwa ulama menghabiskan waktu, tenaga dan materi hanya untuk urusan fikih dan mengabaikan ayat-ayat kauniyah. Padahal ayat-ayat hokum di dalam al-Quran hanya sekitar 150 ayat sementara ayat kauniah sekitar 750 ayat. Dus, ayat kauniyah lima kali lebih banyak dari ayat hokum. Keadaan ini sampai sekarang belum banyak berubah.
        Ada sebagian orang dengan serampangan berargumen bahwa tidak tumbuh dan berkembangannya sains di dunia islam disebabkan kemiskinan dunia Islam. Alasan ini jelas sangat lemah. Tidak sedikit di antara negara-negara Islam memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah, sehingga sulit dikatakan negeri muslim sebagai negeri miskin. Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization (ISESCO) pada tahun 2000 melaporkan, sebanyak 57 negara Islam yang tergabung dalam OKI memiliki sekitar 1,1 miliar penduduk atau 20 persen penduduk dunia mendiami wilayah seluas 26,6 juta kilometer persegi, dan menyimpan sebanyak 73 persen cadangan minyak dunia.

        Knowledge is power demikian pernyataan tokoh modernisme Francis Bacon. Amerika, Eropa dan Jepang sampai saat ini menjadi kiblat kemajuan dunia karena sains dan teknologinya. Taiwan dan Korea merupakan dua negeri industri baru sedangkan Cina dan India dikenal luas sebagai kandidat kekuatan pemimpin baru ekonomi dunia dua dasawarsa mendatang. Negara-negara tersebut adalah negara yang mengembangkan sains fundamental dan kemudian terapannya secara konsisten.

        Israel negeri yang sangat kecil menjadi sangat digdaya karena kemampuannya dalam sains dan teknologi. 16% pemenang nobel fisika dan kedokteran adalah ilmuwan berdarah Yahudi. Sekitar 200 peluru berhulu ledak nuklir dimiliki oleh negeri ini. Sementara Iran yang baru dikucilkan oleh PBB dengan resolusi 1747 baru bisa membuat satu senjata nuklir sepuluh tahun lagi.

Jalan Sains: Terjal dan Sunyi
        Untuk menguasai sains ada dua langkah utama yang harus dilakukan. Pertama sosialisasi bahwa sains adalah bagian dari islam dan diisaratkan berulang-ulang di dalam al-Qur’an serta telah dipraktekkan oleh generasi muslim awal.  Kedua sosialisasi bahwa tidak ada jalan pintas bagi sains. Jalan sains adalah jalan panjang, terjal dan sunyi yang jauh dari hiruk-pikuk serta pola hidup glamour.

        Dakwah dengan berceramah telah menjadi aktivitas harian di masyarakat kita. Sosialisasi sains bagian dari islam bisa disampaikan melalui ceramah-ceramah agama ini. Sekedar contoh ayat-ayat terkait dengan alam

Alam diciptakan dalam enam masa (QS 32:4)
Bumi diciptakan dalam dua masa (QS 41:9)
Penciptaan tujuh langit dalam dua masa (QS 41:12)
Awan dikirim ke bumi yang tandus (QS 32: 27)
Teknologi pembuatan baju besi dikuasi nabi Daud as (QS 34:10-11)
Rekayasa angin dan tembaga cair dikuasai nabi Sulaiman as (QS 34:12)
Sains dan rekayasa angin (QS 38:36; 41:16)
Dinamika udara dan awan (QS 35:9)
Pola air laut (QS 35:12)
Kesetimbangan langit dan bumi (QS 35:41)
Penciptaan pasangan materi-antimateri (QS 36:36, 42:11)
Dinamika benda langit (QS 36:38-40)
Perkapalan (QS 36:41-43; 42:33-34)
Relasi kapal laut dan gunung (QS 42:32)
Pola garis putih, merah dan hitam pekat di antara gunung (QS 35:27)
Materi-materi di langit, bumi dan antaranya (QS 42:12).
Api dari kayu hijau (QS 36:80)
Suluh api (QS 37:10)
Rahasia dan kekuatan petir (QS 41:13)
Fertilasi tanaman dan manusia (QS 41:47)
        Sosialiasi menjadi lebih konkrit bila kita dapat memperlihatkan naskah-naskah dari para sarjana muslim awal yang disebut di depan. Misalnya saja, bagaimana sebenarnya matematika yang dirumuskan al-Khawarizmi, astronominya al-Bitruji dan optic dari ibnu Haitsam. Tanpa contoh ini, sulit mengubah persepsi bahwa sains tidak ada kaitan dengan surga karena di saat awal Islam Rasulullah saw dan para sahabat tidak ada yang mengembangkan sains.
        Dengan tersosialisasinya pesan bahwa sains merupakan kesatuan dari islam maka diharapkan lebih banyak lagi mahasiswa yang mau menekuni dan memilih jalur sains dan teknologi sebagai profesinya. Selain itu diharapkan pengusaha muslim juga sadar untuk mengalokasikan dana bagi upaya pengembangan sains dan teknologi misalnya dengan memberi beasiswa mahasiswa potensial atau membuat funding bagi riset fundamental.

        Tanpa keterlibatan para pengusaha dan negara pengembangan sains tidak mungkin dilakukan. Akibatnya, terjadi braindrain ilmuwan cemerlang negara dunia ketiga termasuk negara muslim ke negara maju. Realitas ini makin membuat negara ketiga makin tertinggal dari negara maju  

        Selanjutnya perlu dikenali bahwa jalan sains adalah jalan panjang, terjal dan sunyi. Idealnya seorang ilmuwan telah melampaui pendidikan strata-3 lalu postdoctoral 2-3 tahun. Artinya, ilmuwan akan relatif matang setelah melalui fasa tersebut. Masa dan fasa tersebut harus dilalui di laboratorium dan perpustakaan yang jauh dari riuh-rendah publisitas.
Sebagai gambaran, universitas-universitas di Jepang buka selama 24 jam perhari. Laboratorium menjadi rumah kedua bagi mahasiswa S1 tingkat akhir ke atas. Diskusi antara mahasiswa dan profesornya seringkali berlangsung sampai larut malam dan profesor kadang juga bermalam dan tidur di laboratorium. Perpustakaan universitas kadang buka di hari Minggu. Jelas, di sinilah beratnya dunia ilmu bagi para mahasiswa yang cenderung ingin tampil cepat dan gegap gempita sebagaimana umumnya dunia politik dan selebriti.

        Tradisi sains adalah tradisi riset. Sedangkan tradisi riset akan melahirkan budaya mencipta dan memproduksi. Artinya, kemandirian material hanya bisa lahir dari budaya produksi dan menuntut penguasaan sains terlebih dulu. Tanpa tradisi riset dan produksi maka kita hanya akan mampu menjadi bangsa makelar yang bergantung kepada para bangsa produsen.

Penutup
        Penguasaan sains merupakan hal yang mendesak bahkan keniscayaan bagi negeri khususnya negeri muslim yang ingin eksis di percaturan global. Tanpa sains suatu negeri akan lemah dan menjadi negeri yang bergantung pada bangsa-bangsa maju. Indonesia yang luas dan kaya dengan sumber daya alam tetapi tidak menguasai sains dan teknologi akhirnya menjadi sangat bergantung pada Amerika dan Jepang.

        Jembatan Suramadu dan lumpur Porong yang terkatung-katung juga merupakan akibat lemahnya penguasaan bangsa kita terhadap sains dan teknologi. Lumpur Porong yang berlarut-larut sesungguhnya mencerminkan aneka klaim hebat yang semu bangsa kita. Lumpur Porong menyodorkan realitas pseudoilmiah, pseudoilmuwan, pseudoinsinyur, pseudopakar, pesudoanalisa, pseudosolusi, pseudoserius serta pseudopolicy di depan kita.
Indonesia dengan penduduk mayoritas muslim dan menempati area seluas 8 juta kilometer persegi tidak bisa terus-menerus menyerahkan pengelelolaan aneka kekayaan alam yang melimpah kepada orang asing. Indonesia harus mandiri karenanya harus cerdas dan terampil khususnya dalam sains dan teknologi. Indonesia tidak boleh selamanya menjadi bangsa makelar dan kuli baik kuli di negeri orang apalagi kuli di negeri sendiri.

        Kita harus bangkit, mandiri, berdaulat dan berdiri sejajar dengan negara-negara lain. Syarat untuk itu tidak lain adalah iman dan ilmu (QS 58:11). Kedaulatan dan harga diri harus ditopang dengan kekuatan baik spiritual maupun material. Iman yang benar akan mendorong pada penguasaan sains. Sebaliknya pengabaian sains sebenarnya refleksi iman yang salah dan kebahlulan modern.

        Terakhir, meski tidak dianjurkan berperang tetapi kita harus kuat dan mampu mempertahankan diri dari serangan pihak lain termasuk dari kemungkinan serangan menggunakan peluru berhulu ledak nuklir. Aneka upaya diplomasi tetap akan tidak efektif bila kita lemah. Al-Qur’an surat al-Anfal ayat 60 menegaskan agar umat Islam mempersiapkan seluruh potensi dan kekuatan yang ada.

*) NBM: 547243, mantan ketua IMM-ITB, Doctor of Science, pekerja Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam (LaFTiFA) ITS.
Diunduh dari situs: http://jatim.imm.or.id/Wacana/Artikel/Sains-dan-Kemandirian-Muslim.htm