Tuesday, August 18, 2009

Kekurangan sebagai anugrah

“My life with Tourette’s has made me realize that everyone has a ‘thing’ that haunts them in some way. It might be prejudice or chronic illness. It might be physical limitations or life circumstances or ego or pride or jealousy or hate, but everyone has their thing. When we can control the thing, we feel empowered and optimistic. But when the thing wins, we travel the road to despair. The key is to find a road that leads around your particular limitation, a road that maybe has more bends in it but gets you to the same point in the end” (Cohen, 83)
Masih nyambung soal review film "Front of The Class", kutipan kalimat diatas diambil dari buku berjudul sama karya Brad Cohen, yang hidupnya digambarkan dalam film tersebut. Suka atau nggak, pada kenyataannya apa yang Brad ungkapkan dalam kutipan diatas lebih banyak benernya daripada bo'ongnya; kita semua punya 'thing' kalau menurut Brad, atau 'devil' menurut sebagian lainnya (dan 'momok' untuk mereka yang EYD minded dan bukan orang Sunda), yang menghantui kita terus menerus dan selalu dianggap sebagai penyebab nasib buruk yang kita alami atau kesulitan yang kita hadapi.

Namun sebenarnya selalu ada cara pandang positif dalam menghadapi hal terburuk sekalipun. Selalu ada berkah dalam masalah terberat sekalipun. Dan dalam hal ini maka ketika kita bicara mengenai kekurangan, sebenarnya pengaruhnya pada diri kita tidaklah selalu negatif. Yang kita perlu lakukan tinggal mencari jalan yang tepat untuk mengatasinya sehingga tidak menjadi lagi suatu hambatan bagi kita. Dan dalam hal ini, justru mereka yang memiliki kekurangan bisa jadi adalah orang yang beruntung, karena memiliki suatu pengingat yang menghantui pikiran kita setiap waktu setiap saat. Tinggal bagaimana sikap kitanya saja dalam bereaksi; membiarkan si kekurangan mengambil alih kendali hidup kita? Atau justru mengeluarkan tenaga extra untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang kita miliki tersebut?

Banyak orang berbakat, tapi tidak mencapai keberhasilan apa-apa dalam hidupnya, sedangkan di sisi lain sejarah mencatat banyak keberhasilan justru lebih banyak muncul dari upaya gigih dan konsistensi dalam mencapai suatu tujuan, dari mereka yang sekedar hanya lulusan SD sekalipun, university rejects sekalipun, pemimpi sekalipun. Jadi yang paling berpengaruh sebenarnya adalah ikhtiarnya itu lho... Mau dikata berbakat luar biasa, tapi kalau dalam pengamalan ilmunya biasa-biasa saja, jalan hidupnya biasa-biasa saja, keahliannya tidak pernah diasah tajam, maka jangan harap dunia akan tiba-tiba membungkuk pada anda memberikan hormat, atau mengijinkan anda mengecap sedikit saripati manisnya.

Maka dalam hal prestasi, kekurangan yang kita miliki justru bisa berperan besar dalam mencetak keberhasilan. Karena ketika kita menjadi suatu individu yang terus-terusan dikejar "setan" siang dan malam (kebutuhan hidup kian tinggi, utang menumpuk, anggota keluarga bermasalah, dll.), maka otak kita akan terus-terusan dilatih untuk mencari pemecahan masalah, mencari jalan keluar, mencari penyelesaian. Kekurangan kita tanpa disadari justru bisa menjadi suatu guru yang sangat efektif.

Mungkin ini juga masalahnya dengan mereka yang termasuk "generasi degradasi" dari suatu dinasti bisnis yang menggurita; pada saat dirasakan sudah tidak ada tantangan berat, setan yang terus mengganggu, maka usaha keras akan terhenti... Dan kala kemapanan kemudian disaingkan dengan "kelaparan" dari para pesaing yang merasa belum meraih sukses, sudah tentu kemapanan akan kalah tenaga.

Jadi mulai sekarang, segera, raihlah kekurangan yang anda miliki selama ini, dan jadikan aktor inti dalam perjalanan keberhasilan anda, dalam fungsinya sebagai pengingat konstan, akan perlunya ada usaha yang lebih keras untuk segera mengeluarkan diri dari bayang-bayang kekalahan yang selama ini anda hadapi.

Bingung utang terus-terusan numpuk? Itu tandanya anda sedang diingatkan untuk berusaha lebih keras dalam menjaga pengeluaran dan meningkatkan pendapatan.

Bingung hubungan romantis terus-terusan kandas? Itu tandanya anda sedang diingatkan untuk segera mencari tahu apa yang bermasalah dalam perilaku sosial-romantis anda dan memperbaikinya, atau berusaha lebih gigih dalam mencari calon pendamping.

Bingung karir terus-terusan mandek? Itu tandanya anda sedang diingatkan untuk berusaha lebih keras dalam bidang anda, atau mencari bidang lain dimana anda bisa lebih memanfaatkan potensi-potensi yang anda miliki.

Jadi semua jawabannya ada dalam diri kita sendiri. Bukannya tidak ada campur tangan Tuhan, namun seperti telah disuratkannya "Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali mereka mengubahnya sendiri" -- bukan juga berarti Tuhan malas -- tapi ini lebih kepada petunjuk, bahwa perubahan akan terjadi kala kita mau berusaha melayakkan diri untuk menghadapi tantangan-tantangan yang hidup ini berikan. Bukan terus cengo di pojokan sambil ngedumel bahwa dalam kehidupan nyata ini sebenarnya tidak ada itu fair play, atau kemudian menganggap bahwa Tuhan itu tidur...

Let's work! (bay)

image dari: http://susanssunnyside.blogspot.com/

Tuesday, May 26, 2009

Ulama vs Ilmuwan

Apa yang terbayang dalam benak kita kalau mendengar kata "ulama"? Pria berjanggut panjang dengan sorban melilit, celak, dan berpakaian gaun putih? Ataukah mereka yang mengenakan jaslab putih, protective goggle, sarung tangan dan sibuk di laboratorium?

Dalam kosakata bahasa Arab, kata "ulama" sebenarnya merupakan bentuk jamak dari kata "alim", yang berarti "yang tahu" atau "memiliki pengetahuan". Sedangkan menurut terminologi Islam, maka dalam Al-Qur'an terdapat dua ayat yang memuat kata "ulama" yang cukup membantu menjelaskan arti dari istilah ini, pertama dalam surah asy-Syu'ara' [26]: 197, dan kedua dalam surat Fathir [35]: 28.

Dalam ayat pertama, Allah berfirman yang artinya "Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama Bani Israil mengetahuinya?”. Para ahli tafsir berpendapat, "ulama" dalam ayat ini memiliki arti...

"mereka yang memahami ayat-ayat Allah SWT yang tertulis atau al-Kitab".

Dalam ayat kedua, Allah berfirman yang artinya: “Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun”. Dalam konteks ayat ini "ulama" merujuk kepada...

"mereka yang memahami ayat-ayat Allah SWT yang tidak tertulis, alias tanda-tanda kekuasaannya yang tersebar di alam semesta"

Sebagaimana tersurat juga dalam surah Ali Imran [3]:190,  “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal (ulil-albab).

Kita mengenal "ulama" jenis kedua ini sebagai "ilmuwan".

Kebenaran pengistilahan ini, ditunjang pula dengan kebiasaan yang terjadi di jaman Rasulullah SAW. Pada masa itu, mereka yang disebut "ulama" secara umum adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan dalam hal agama, atau ilmu alam, atau ilmu politik (atau semuanya sekaligus). Mereka ini berkumpul dalam suatu majelis, dan seringkali dimintai pendapatnya untuk perkara-perkara penting.

Sedangkan jauh setelah masa pemerintahan beliau berakhir, sekitar masa dinasti Umayyah, definisi "ulama" sendiri kemudian dijabarkan lebih luas lagi, tapi secara umum dibagi menjadi dua kelompok:
  1. Ahli Agama
  2. Ahli Ilmu Pengetahuan
Di Indonesia dan dunia Islam kontemporer, definisi untuk "ulama" adalah lebih condong kepada yang pertama. Bahkan seiring waktu, dengan semakin suksesnya modernisme membawa sekularisme*, definisi istilah ini malah kemudian menyempit lagi menjadi "para ahli agama dalam hal Fikih" (Fikih = fiqh = pengamalan Agama), atau lebih sempit lagi "para ahli Fiqih dalam hal ibadah", sehingga konotasinya seorang ulama adalah seorang ahli ibadah. Mentok.

[*secularism = A doctrine that rejects religion and religious considerations]

Awamnya masyarakat, dan semakin lebarnya terpisahnya Islam dari kehidupan sehari-hari, seringkali mendukung pengkerdilan istilah "ulama" ini dengan meyakini bahwa untuk mendapatkan Islam adalah cukup dengan mendalami fikih, atau bahkan hanya dengan mendalami ibadah. Hal ini tak lepas karena dari seringnya contoh yang mereka lihat, sebagai pemuka Agama, para "ulama", cenderung hanya mengerti mengenai masalah ibadah. Jadilah gambaran Islam ideal dalam pikiran kita, tak pernah bisa lepas dari kata-kata "ustadz", "kyai", dan "syech"; berdakwah di mimbar, berpakaian gaun dan bersorban, ke-arab-araban. Mentok

Sedangkan fragmen-fragmen lainnya dari Islam, termasuk habluminannas (hubungan dengan sesama manusia), dan anjuran untuk meneliti alam (menjadi ilmuwan), kurang disentuh. Padahal spektrum pengamalan Islam itu luas, tidak terbatas pada ibadah wajib saja, apalagi sekedar memakai sorban dan jubah saja.

Mungkin inilah salahsatu penyebab menurunnya gebrakan ilmiah dari dunia Islam... karena seyogyanya posisi ulama yang didudukkan tinggi dalam Islam, pada masa kini sudah tidak menyertakan lagi para ilmuwan... Sehingga kaum muslim ramai berbondong-bondong mengejar Islam dengan (hanya) mengedepankan ibadah, ritual, sambil menganggap ilmu keduniaan tidak mendapatkan tempat barang sedikitpun dalam Islam.

Padahal seperti disiratkan dalam surah Fathir [35] : 28 tersebut, "... Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama...", (ulama dalam arti ilmuwan), maka sebenarnya apresiasi menyeluruh atas keagungan Alloh SWT hanyalah bisa diraih... kalau kita mau meneliti alam dan ciptaanNya...

...hanya kalau kita mau menjadi... "ilmuwan".
Mari kita sempurnakan iman, dengan memperbaiki kualitas ilmuwan yang ada dalam diri kita. Mari kita raih Islam, melalui kualitas keilmuan dalam diri kita. (bay)

Bahan bacaan:
+ http://www.kampusislam.com/cetak.php?id=542
+ http://syofyanhadi.blogspot.com/2008/06/siapakah-ulama-menurut-al-quran.html
+ http://linkgar.wordpress.com/2007/03/05/definisi-fiqih/
+ http://mujtabahamdi.blogspot.com/2005/09/ulama.html

Wednesday, January 21, 2009

Harta tersembunyi di balik masalah

Menit-menit terakhir sebelum serah-terima proyek... udah final countdown ceritanya, tapi alamak hasil dizain masih belum kompatibel antara FF ma IE! Udah berkali-kali ngubek-ngubek CSS file nya sejak bbrp minggu lalu tapi tetep masih belum ketemu dimana kutunya (bug) ngumpet.

[Yaa sambil radas selewat juga sih, soarlnya ngerjain yang laen dulu yang lebih penting].

Setelah ngotak-ngatik beberapa tag spesifik yang rada jlimet (misalnya #div-a class ul li li a:hover {}), dan berkali-kali restore backup, akhirnya nyerah dan coba nyari kesalahan yang simple dulu aja... Mulai penelusuran..."key item"nya adalah warna si menu pada saat mouseover... udah ketemu kode warnanya berapa, then search di CSS nya di tag mana dia berada. Eh, dapet satu tag sederhana di awal file yang ngatur warna menu secara general. Gw perhatiin... koq minus warna backgroundnya...? Tag dalam kondisi gini memang ternyata jalan baek2 aja di FF. Tapi apakah disin masalahnya? Soalnya di IE background colornya emang jadi ilang... Ya udah, coba tambahin statement soal bgcolor deh...

ketik... save... refresh page...

JALAN!

Alhamdulillah! Nggak usah berburu kutu lebih jauh lagi ternyata scriptnya udah jalan di IE, cuma saja NGGAK KELIATAN gara warna background si menu nggak ter-define baik di IE =P.

GustiAlloh... berapa jam udah gw dedikasikan buat nyari kutu ini... ternyata solusinya cuma "segitu"? What a waste of time!

...

Eh tapi sebenernya nggak juga sih. Karena dengan pengalaman ini maka kalau kedepannya ketemu masalah serupa gw nggak usah begin from zero lagi dan bisa lebih cepet menyempitkan ruang pencariannya. Trus logic yang dipake buat mengisolasi masalahnya dan menemukan pemecahannya juga bisa diaplikasikan ke kondisi yang berbeda-beda... Jadinya kelak bisa kerja lebih efektif... dan ningkatin efisiensi...


Gunanya Masalah

Walau terkadang rasanya pengen nangis... perut mendadak sakit, jantung berdebar-debar, susah makan susah tidur... tapi setelah masalahnya terpecahkan, suddenly you find yourself more experienced. Itulah gunanya pengalaman... itulah gunanya masalah... Dan manusia emang keliatannya nggak punya cara lain buat belajar selain terjun langsung dan mengalami masalah...

Tapiiii... guidance tetep perlu... toh gw juga nggakan berhasil nemu scriptnya in the first place kalau gw nggak punya akses ke internet... Dalam masalah keseharian, kan bisa tanya orang tua gimana mereka handle masalah mereka dulu... belajar dari pengalaman orang laen juga supaya cepet pintar...

Aplikasinya kalau ada anggota keluarga yang terlibat masalah, bantu mereka untuk tetep kuat dan tabah menyelesaikan masalahnya itu... bukan dengan turun tangan campur dan ngambil alih porsinya untuk berjuang. Ntar nggak tumbuh-tumbuh dong...?


Makna Masalah, Ujian dan Tantangan

Bercermin dari pengalaman tersebut, pengalaman serupa, ayat-ayat Nya, wise men speeches... jadi sebenernya orang yang banyak dipertemukan dengan masalah, ujian, tantangan, adalah orang yang disayangNya... karena DIA ingin orang tersebut untuk tumbuh... tumbuh kuat, tumbuh besar, tumbuh cerdas.

Karena hidup layak tidak bisa diberi... tapi harus diraih... Dan untuk meraih, maka diperlukan kualitas dalam tingkat tertentu... yang tentunya nggak bisa tau2 bisa, tapi harus ditumbuhkan melalui masalah, ujian dan tantangan.

[Begitu juga iman... harus diraih, nggak otomatis didapet gara-gara agama turunan]

[Begitu juga jodoh.... ] <-- perhatikan buat yang masih jomblo!


Empowering Yourself

Inget prinsip "Pareto", soal 80:20 itu? Sama halnya dengan kita juga... walaupun seperti contoh sebelumnya, solusi yang gw cari baru ketemu di menit-menit terakhir, bukan selama berjam-jam sebelumnya, tapi ini nggak berarti bahwa problem solving cuma terjadi di menit-menit terakhir tersebut (atau butuh cuma belasan menit). Pareto nya disini adalah 80% solusi ketemu di 20% waktu penghabisan. Tapi tetep harus 100% ngerjainnya.

Gitu juga halnya kalau percepatan dirasa lagi lambat... prestasi nggak naek-naek... no breakthrough dalam kehidupan... penghasilan nggak nambah-nambah... apa yang seharusnya kita kerjain? -- ngutip MT dikit ah --... "pencapaian tidak ada di setiap masa, kemuliaan tidak ada di setiap masa, tapi yang selalu ada di setiap masa adalah bekerja".

Bekerja maksudnya melakukan hal-hal yang terkait mengejar tujuan. Bekerja disini kalau diterapkan buat mahasiswa ya sama dengan belajar. Paham? Routine (perhaps mundane) works yang tidak menyimpan kejutan, tapi berguna buat gradually building a better you? Betul yang menentukan kelulusan adalah ujian, tapi apa ujian bakalan mudah diselesaikan kalau sehari2nya malas belajar? Akankah seorang pekerja naek jabatan kalau sehari2nya kerja ogah2an? Akankah tiba-tiba seorang anak bisa lari kencang kalau sedari kecil nggak latihan merangkak, jalan, dan berkali-kali jatuh?

Jadi walaupun membosankan, "ujung"nya belum keliatan, terus bekerjalah! Keep improving yourself! Luck is when change meets preparation. (bay)