Thursday, November 11, 2010

Hak Cipta Otomatis vs. Hak Cipta Terdaftar (contoh kasus pengadilan)

Kembali ke soal hak cipta, hari ini gw nemu kasus cukup menarik dari situs hukumonline.com mengenai kekuatan hukum dari pendaftaran hak cipta sebagai berikut:
"Melalui sidang, Rabu (21/7), yang tidak dihadiri pihak tergugat maupun kuasa hukumnya, empat gugatan Wen Ken dikabulkan sekaligus. Majelis hakim yang diketuai Nirwana dalam pertimbangannya mengungkapkan, Wen Ken terbukti sebagai pencipta dan pemegang hak cipta dari lukisan Badak yang dipersengketakan. Pengumuman terhadap lukisan Badak yang dilakukan oleh Wen Ken sudah ada sejak tahun 1937.
Pihak Wen Ken memang tidak mendaftarkan hak cipta miliknya. Namun, berdasarkan ketentuan, hak cipta tidak wajib didaftarkan. Perlindungan terhadap hak cipta timbul semenjak hak cipta itu lahir.
Karena itu, majelis hakim memerintahkan Direktorat Hak atas Kekayaan Intelektual untuk membatalkan pendaftaran lukisan badak, baik sebagai merek maupun hak cipta yang dilakukan oleh Budi Yuwono dan PT Sinde Budi Santosa.
Kuasa hukum Wen Ken, Agus Nasrudin menyambut baik putusan hakim. Menurutnya, hakim masih berpegang pada kebenaran. Pasalnya, jelas terdapat bukti yang menunjukkan munculnya lukisan Badak sebagai hak cipta sejak tahun 1937."
Tulisan selengkapnya click disini

Jadi walaupun pendaftaran membantu memperkuat posisi pencipta sebagai pemilik hak cipta/copyright, namun dengan berpatokan pada terciptanya hak cipta secara otomatis melalui publikasi umum pun sudah bisa dijadikan landasan hukum.

Pengennya sih mendaftarkan saja toh biayanya cukup terjangkau, apalagi dalam konteks bisnis; cuma repotnya, informasi di website Dirjen HAKI masih terlalu samar-samar untuk bisa diikuti. Untuk contoh kecilnya saja, dari alur prosedur diketahui bahwa pendaftaran baru sah kalau disertai biaya pendaftaran, namun tidak dijelaskan lebih lanjut bagaimana cara pembayarannya. 

Kalau kita lantas berasumsi bahwa pembayaran hanya bisa dilakukan di loket pendaftaran di kantor mereka di Daan Mogot, Jakarta, apakah ini berarti pendaftaran hanya baru bisa dilakukan secara fisik? Jika ya, maka berarti ada biaya lain yang sangat significant dalam pengurusan dokumen HAKI ini; ongkos dan waktu -- dua hal yang akan sangat memberatkan mereka yang berasal dari luar Jakarta. Alternatifnya adalah melakukan pengurusan melalui biro jasa, dengan resiko tanggung sendiri, dan biaya jasa layanan yang juga bervariasi.

Jadi walaupun daftar biaya resmi nya untuk pencatatan Hak Cipta ini cukup terjangkau, oleh masyarakat biasa sekalipun, namun pada aplikasinya biaya pengurusan bisa jauh membengkak, yang mana menjadikan pendaftaran HAKI ini masih cukup memberatkan, terutama buat pemilik hak cipta yang berada di luar Jakarta. (bay) 

2 comments:

  1. bisa diwakili oleh setiap sub bidang haki di departemen hukum dan perundangan kog bay..

    yang agak ribet itu paten, karena memang dari dulu, paten paling besar memberikan nilai ekonomi bagi pemegang paten, sehingga harus dipastikan tidak ada kesamaan dan merupakan temuan tehnologi terbaru.

    sementara kalau hak cipta, tidak harus ke daan mogot. bisa lewat biro haki di depkumham kog..:)

    hak cipta memang lahir langsung begitu sebuah ide menjadi bentuk tertentu di bidang seni dan pengetahuan.
    namun untuk menguatkan, tentu lebih baik ada hitam diatas putihnya. termasuk didaftarkan ke dirjen haki.

    *semoga bisa membantu. kebetulan backgroudn pendidikan dian bidang ini.:)

    ReplyDelete
  2. Thanks buat penjelasannya dian, aku coba kontak kanwil Bali kalau begitu :)

    ReplyDelete