Wednesday, August 4, 2010

Rp. vs KRp.

Kalau bener mau denominasi rupiah Rp. 1000 = Rp. 1, sekalian ganti mata uangnya jadi "KRp." (Kilo Rupiah); Tapi jangan dibaca "kerupuk" atau "korup" ya! (byms)

13 comments:

  1. Itu satu wacana.

    Daripada dipotong langsung menyebabkan inflasi gila-gilaan karena psikologi orang yang terbiasa dengan duit gede, maka satu jalan tengah adalah mengubah mata uang jadi RibuRupiah (RRp) atau bisa juga KRupiah / KRp.

    http://www.scribd.com/doc/35281429/Redenominasi

    ReplyDelete
  2. Sebenernya bukan masalah yang kritis bukan dibahas juga sih Den, jadi rada mengherankan kalau BI ngangkat wacana ini sekarang. What do u think?

    ReplyDelete
  3. asyik punya duit sedikit tapi nominalnya besar. jadi tidak bikin dompet tebal.

    ReplyDelete
  4. tapi secara keseluruhan orang bakalan kaget nggak ya? :)

    ReplyDelete
  5. Konspirasi teori? Repot juga kalau selalu menghitung faktor itu (walau tidak bisa diabaikan juga)

    Untuk soal Redenominasi ini sebetulnya sudah lama juga diawacanakan (paling tidak bukan baru 2010 ini)

    Kenapa jadi urgen kayaknya sih SBY mau ngejar FDI (Foreign Direct Investment). Denominasi yang besar di negara kita itu jadi satu faktor penghambat FDI.

    Salah satu, karena kita tahu penanaman modal asing itu faktornya banyak. Yang palign sering disebut kestabilan politik, keamanan, kepastian hukum, regulasi & birokrasi pemerintahan yang bersih, dsb.

    Tapi kayaknya sekarang dia mau tancep gas. Apapun faktor yang dikira bisa memacu FDI digenjot.

    ReplyDelete
  6. O iya lah. Psikologi kita udah kebiasa sama duit besar kok.

    Yang berbahaya, ketika bicara soal harga.
    Pedagang beras atau cabe yang biasa naikin harga dengan pembulatan lima ratus perak (padahal kenaikan semestinya cuma Rp. 375 misalnya, tapi secara praktek pasti dipasar jatuhnya jadi naik Rp. 500), waktu harga jadi Rp 1 atau Rp 3 maka psikologinya akan terbiasa naikin Rp 1 (satu rupiah) tanpa sadar bawah satu rupiah itu sama dengan seribu.

    Dari segi harga barang, kalau barang 1 rupiah naik jadi dua rupiah itu sudah kenaikan 100%. Kalau multiplier effectnya jalan, maka inflasi akan jadi gila-gilaan. Semua barang akan naik dalam kisaran 50% - 100%.

    Mabok kita.

    ReplyDelete
  7. Yupp, jadi inget waktu jalan-jalan ke Singapura dulu, disana bisa dibilang semua minuman kaleng harganya flat: $1, padahal gw tau kalau di Indonesia harganya bisa beda-beda, mungkin ini contohnya kenaikan harga yang kepentok nominal minimal ya?

    ReplyDelete
  8. Jadi secara teknis denominasi ini yang paling mudah dikerjakan, jadi dijalankan duluan begitu? Alias nggak mau repot? :) Atau memang denominasi ini penghambat utama?

    ReplyDelete
  9. Penghambat utama jelas enggak.
    Kalahnya potensi ekonomi kita dibanding negara tetangga bukan cuma soal denominasi kita yang gede.

    Kalau secara teknis juga enggak terlalu tepat kayaknya disebut sebagai jalan paling mudah dikerjakan.
    Ini biayanya juga gede, dan resiko (inflasi) cukup besar.

    Kebijakan ekonomi seperti ini selalu memancing rusuh nasional (rush). Ketidekmengertian orang (masyarakat umum) --> misalnya beranggapan redenominasi ini sama dengan sanering, bisa menyebabkan orang rame-rame invest di emas atau barang yang dianggap relatif kebal terhadap inflasi (tanah misalnya).

    Padahal invest besar-besaran di dua sektor ini cuma menyebabkan perekonomian macet, karena uang tidak dibelanjakan di sektor komoditi yang konsumtif. Artinya barang-barang dan jasa diluar barang konsumsi pokok akan relatif nggak laku. Bisa ditebak nantinya akan jadi PHK, dsb. Lalu pelaku usaha jadi rame-rame usaha di satu sektor : barang kosumsi. Persaingan jenuh akibatnya sama aja : banyak pengusaha bangkrut.

    Kalau mengkaji seperti itu, hehehe... mau gak mau nanti larinya ke teori konspirasi lagi.

    ReplyDelete
  10. Sinetron dan konspirasi; dua topik favorit di Indonesia

    ReplyDelete
  11. kata kunci: tengkulak tengkulak, operasi bulog?

    ReplyDelete